Aku Bayar Bitcoin untuk Kencan, Tapi Malah Dapat Detak Jantung

Malam itu aku selonjoran di sofa, mainin BTC Sugar Dating di hape, hati rada deg-degan campur penasaran. Klik “konfirmasi”, kirim beberapa Bitcoin, mikir: cuma kencan, ngopi, ngobrol bentar, selesai. Gitu aja. Tapi, astaga, malam itu bikin duniaku jungkir balik. Bukan soal duit, tapi soal jantungan yang tiba-tiba kenceng, kayak yang udah lama nggak kurasain.
 
Aku Anna, 29 tahun, single, kerja di agensi iklan, hidup kaya gasing. Teman bilang aku terlalu pemilih, selalu nolak cowok yang nggak pas. Aplikasi kencan? Udah coba. Bosen sama chat nggak jelas dan kencan yang nggak ada hasil. Terus denger soal BTC Sugar Dating—bayar pake Bitcoin, aturan jelas, nggak perlu tebak-tebakan. Oke, coba deh, anggap aja beli pengalaman, daripada buang waktu sama yang nggak serius. Aku daftar, tulis di profil: kencan singkat, suka musik sama makanan, nggak mau drama cinta.
 
Beberapa hari kemudian, aku match sama Aaron, 37 tahun, eksekutif di bidang keuangan. Fotonya agak serius, tapi matanya hangat. Deskripsinya simpel: pengen ngobrol soal hidup, suka jazz, butuh santai sesekali. Kayaknya asik, pikirku. Aku kirim pesan, kita sepakat kencan 60 menit di bar jazz, Bitcoin di depan. Dia bayar cepet, nggak ribet, bikin aku ngerasa dia orang bener.
 
Hari kencan, aku pakai dress hitam, makeup tipis, biar kelihatan santai tapi kece. Aaron di dunia nyata jauh lebih rileks, pake blazer casual, pesen wiski sambil nyengir, “Udah lama nggak ke tempat gini, agak kagok.” Aku ketawa, grogi langsung ilang. Kita mulai ngobrol—jazz, jalan-jalan, hal-hal kecil yang bikin kesel tapi lucu. Suaranya rendah, ada magnetnya, dan dia ngomong sambil lihat mataku, bikin aku ngerasa spesial. Aku pikir 60 menit bakal cepet lewat, tapi waktu kayak lenyap.
 
Tiba-tiba dia nanya, “Pernah nggak ngerasa kayak hidup orang lain?” Pertanyaan itu ngena banget. Aku jujur, “Pernah, kadang sibuk banget sampe lupa aku ini siapa.” Dia angguk, matanya agak sendu, bilang, “Aku juga. Kerja, tanggung jawab, acara—lupa caranya bahagia.” Saat itu, ini bukan lagi soal “transaksi”. Ini dua jiwa capek yang ketemu di tengah malam.
 
60 menit udah lewat, tapi kita lanjut. Dari bar, kita jalan ke tepi sungai, angin malam nemenin. Dia bilang dia ke BTC Sugar Dating bukan buat cari sensasi, tapi buat napas sebentar. Hatiku nyes, dia sama kayak aku, nyari sesuatu yang nyata di kota gila ini. Kita ngobrol sampe subuh, duduk di pinggir sungai, lihat lampu kota berkilau di air.
 
Pas matahari terbit, dia antar aku ke stasiun. “Makasih,” katanya, “ini lebih dari yang aku bayangin.” Aku nyengir, “Makasih buat Bitcoin-nya—dan malam ini.” Kita nggak tukar nomor, nggak janji ketemu lagi. Pulang ke rumah, senyumnya nggak ilang dari pikiranku. BTC Sugar Dating nggak cuma kasih kencan, tapi detak jantung. Bukan cinta, tapi lebih murni—tanpa janji, tanpa harapan, cuma kejujuran saat itu.
 
Kamu? Mau coba BTC Sugar Dating? Bayar buat kencan, tapi siapa tahu kamu pulang bawa detak jantung yang bikin susah tidur.