Malam menyelimuti Taipei, lampu neon berkelip di bawah gerimis. Aku duduk di apartemen, menatap layar ponsel yang menampilkan aplikasi BTC Sugar Dating. Pesannya muncul: “Aku sedikit lelah.” Kalimat sederhana itu seperti melempar batu kecil ke danau hatiku, membangkitkan keinginan untuk melakukan sesuatu untuknya.
Namaku Jaka, 35 tahun, manajer di sebuah startup teknologi. Hidupku dipenuhi rapat dan tenggat waktu, tapi selalu terasa kurang sesuatu. Atas saran teman, aku mendaftar di BTC Sugar Dating, platform yang menggunakan transaksi Bitcoin untuk menjaga hubungan tetap transparan dan jujur. Di sana aku bertemu Maya, ilustrator lepas berusia 28 tahun. Foto profilnya adalah lukisan langit malam yang dia buat sendiri, penuh pesona.
Pertemuan pertama kami di restoran Prancis di distrik Xinyi. Dia mengenakan gaun putih sederhana, senyumnya hangat tapi ada jarak di matanya. Kami mengobrol tentang seni, perjalanan, dan tren Bitcoin. Matanya berbinar saat bicara, tapi aku menangkap sedikit kelelahan, seolah kota ini telah menguras energinya. Malam itu, aku mengirimkan pembayaran melalui fitur BTC Sugar Dating—tanpa uang tunai, hanya transfer digital yang cepat dan transparan.
Pertemuan kedua di kafe, dia bercerita tentang tekanan pekerjaan yang membuatnya sulit tidur. Aku bertanya, “Kalau bisa pergi ke mana saja, kamu mau ke mana?” Dia tersenyum kecil, “Maladewa. Lautnya seperti mimpi.” Aku mencatat kata-katanya dan mulai merencanakan.
Beberapa minggu kemudian, aku mengirim pesan di BTC Sugar Dating, mengajaknya ke Maladewa. Dia mengira aku bercanda sampai aku mengirimkan tiket pesawat dan reservasi resor. “Kamu serius?” tulisnya. Aku menjawab, “Kamu bilang lelah, aku ingin kamu istirahat.”
Maladewa menyambut kami dengan matahari cerah dan air laut biru jernih. Kami tinggal di vila di atas air, tertidur dengan suara ombak. Maya, dengan rok ringan, berjalan tanpa alas kaki di pantai, tertawa seperti anak kecil. “Aku tak pernah menyangka seseorang akan membawaku ke sini hanya karena aku bilang begitu,” katanya. Aku hanya tersenyum, bersyukur pada BTC Sugar Dating yang membuat momen ini sederhana dan jujur. Pembayaran untuk perjalanan itu disepakati sebelumnya melalui Bitcoin, tanpa keraguan atau kecanggungan.
Kami snorkeling, menikmati matahari terbenam, dan berbagi cerita. Dia menceritakan mimpinya menjadi pelukis, tapi pekerjaan komersial membuatnya kehilangan gairah. Aku mendengar dan merasa dia pantas mendapatkan kehidupan yang lebih bebas. Transaksi Bitcoin menghilangkan ketidaknyamanan, memungkinkan kami fokus pada kebersamaan.
Di malam terakhir, di restoran tepi pantai, dia berkata, “Terima kasih, Jaka. Hari-hari ini membuatku hidup lagi.” Matanya berkaca, bukan karena sedih, tapi lega. Aku memegang tangannya, dan dunia terasa diam sejenak.
Kembali ke Taipei, komunikasi kami berkurang, tapi setiap pesan darinya di BTC Sugar Dating masih membuat jantungan. Platform ini mengajarkanku bahwa uang tak bisa membeli cinta, tapi bisa membeli perhatian yang tulus. Kalimat “aku sedikit lelah” itu membawa kami ke Maladewa dan mengajarkanku cara peduli pada seseorang.