Saya Memberinya BTC, Bukan untuk Seks, Tapi untuk Ketenangan

Nama saya Ardi, 38 tahun, tinggal di sebuah apartemen modern di Jakarta Pusat. Saya direktur teknologi di sebuah startup, hidup saya penuh dengan rapat, tenggat waktu, dan acara networking. Dari luar, hidup saya terlihat sempurna—tabungan cukup, lingkaran sosial yang ramai, dan jadwal yang padat. Tapi di malam hari, saat kota mulai sepi, ada rasa kosong di hati yang sulit dijelaskan. Saya tidak mencari cinta atau petualangan singkat; yang saya inginkan hanyalah ketenangan, momen di mana saya bisa jadi diri sendiri tanpa tekanan.
 
Suatu malam, saat berselancar di internet, saya menemukan BTC Sugar Dating. Namanya terdengar blak-blakan, bahkan agak tabu, dan saya awalnya ragu. Membayar untuk kebersamaan? Itu terasa dingin, hampir salah. Tapi deskripsi situs itu menarik perhatian saya: “Tukar nilai dengan waktu dan koneksi, diamankan dengan privasi dan transparansi Bitcoin.” Saya selalu tertarik dengan anonimitas kripto, jadi dengan setengah rasa penasaran dan setengah skeptis, saya mendaftar. Prosesnya mudah, dan pembayaran dengan Bitcoin memberi rasa aman—tanpa data pribadi, tanpa jejak.
 
Setelah mendaftar, saya mulai menelusuri profil di platform itu. Setiap profil seperti cerita pendek: hobi, kepribadian, harapan dari hubungan. Saya tidak mencari yang mewah, hanya seseorang yang bisa berbagi momen tenang. Lalu saya menemukan profil Maya. Fotonya sederhana—dia duduk di sebuah kafe dengan buku, tanpa filter berlebihan. Di bio-nya tertulis: “Saya di sini untuk obrolan nyata dan momen tenang. Jika kamu butuh pendengar, saya ada.” Kalimat itu terasa seperti undangan, jadi saya mengiriminya pesan.
 
Maya membalas dengan cepat, nadanya ramah tapi profesional. Kami sepakat bertemu di sebuah kafe kecil di Kemang, pada Sabtu sore. Saya datang lebih awal, memesan kopi hitam, dan duduk di dekat jendela, memandang jalanan yang sibuk. Saya agak gugup, bukan karena harapan romantis, tapi karena saya tidak tahu seperti apa pertemuan ini.
 
Saat Maya masuk, dia persis seperti di foto: mengenakan sweter sederhana dan celana jeans, membawa buku karya Pramoedya. Senyumnya lembut, langsung membuat suasana santai. Kami mulai dengan obrolan ringan—dia suka jalan-jalan ke pasar buku bekas, saya cerita tentang tekanan di kantor. Tapi percakapan segera mendalam. Dia bertanya, “Ardi, apa yang paling kamu rindukan saat hidup terasa terlalu bising?” Saya terdiam. Pertanyaan itu sederhana, tapi mengena. Saya mulai berbicara tentang beban untuk selalu tampil sempurna, tentang rasa lelah yang tidak pernah saya akui.
 
Pertemuan pertama itu berlangsung dua jam, tapi rasanya seperti sebentar. Tidak ada godaan atau ketegangan canggung, hanya obrolan yang mengalir. Sebelum berpisah, saya mengirimkan pembayaran Bitcoin melalui platform, sesuai kesepakatan. Dia tersenyum dan berkata, “Terima kasih, sampai ketemu lagi ya.” Bagi saya, itu bukan soal uang, tapi tentang menghargai waktu dan kehadirannya.
 
Selama beberapa bulan, kami bertemu sesekali, di kafe atau taman kecil. Maya seperti oase ketenangan. Dia mendengarkan keluh kesah saya, berbagi cerita tentang perjalanannya, atau membaca puisi yang dia suka. Suatu malam, saat kami duduk di tepi Ancol, dia berkata, “Ardi, kamu tidak perlu memikul dunia sendirian.” Kalimat itu sederhana, tapi menyentuh saya. Sudah lama tak ada yang berkata begitu.
 
Saya pernah bertanya kenapa dia memilih BTC Sugar Dating. Dia berpikir sejenak, lalu menjawab, “Di sini semuanya jelas. Kita tahu apa yang kita berikan dan dapatkan. Saya suka membantu orang menemukan sedikit ketenangan.” Jawabannya membuat saya menghargai platform ini. Pembayaran Bitcoin bukan sekadar transaksi; itu adalah cara untuk saling menghormati waktu masing-masing, tanpa harapan yang kabur atau drama emosional.
 
Seiring waktu, saya menyadari saya mulai bergantung pada waktu bersama Maya. Tapi itulah keindahan BTC Sugar Dating—batasan yang jelas membuat kami bebas. Suatu kali, saya bertanya, “Kalau saya berhenti pakai platform ini, kita masih bisa ketemu?” Dia tersenyum lembut, “Mungkin, tapi itu bukan kita yang sekarang.”
 
Di pertemuan terakhir, saya memberinya sebuah buku puisi kecil yang saya pikir dia suka. Matanya berbinar, dan dia berkata, “Ini hadiah paling spesial yang pernah saya terima.” Saat itu, saya merasa hubungan kami melampaui Bitcoin. Ini tentang saling menghargai, tentang menciptakan ruang untuk kejujuran.
 
BTC Sugar Dating tidak menjanjikan cinta, dan saya tidak mencarinya. Tapi platform ini memberi saya ketenangan—dan seseorang yang mengingatkan saya apa artinya didengar. Terkadang, hal paling sederhana adalah yang paling menyembuhkan.